Jumat, 20 Juni 2008

ikhlas

Ikhlas.


Edisi 16 kemarin buletin at-taqwa menulis artikel tentang ikhlas, dan pada alinea pertama tertulis “semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas, karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukanya, tidak akan ada nilainya dihadapan Allah. Ikhlas ada dalam niatan hati, ikhlas adalah tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dan hanya berkonsentrasi kepada Allah.


Mohon maaf!! Saya agak berselisih paham dan semoga Allah memberikan jalan kebenaran menuju keikhlasan dalam melakukan setiap aktifitas. Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.


Ikhlas adalah maqam tertinggi niatan beramal seseorang, jadi sebelum sampai pada tingkatan ikhlas tentu ada cara untukbelajar ikhlas, sarana menuju ikhlas. Ekstrimnya lagi adalah sesuatu yang bisa kita berikan dengan kita mengatakan “saya ikhlas ko...” itu saja belum bisa dikatakan ikhlas karena masih ada unsur sedikit kata yang menggambarkan ingin diketahui bahwa dia ikhlas.


Ikhlas adalah sesuatu yang abstrak, tidak ada parameter yang jelas. Seperti halnya cinta. Orang tidak akan mampu menukur besarnya cinta kepada apapun itu.

Dengan adanya statemen bahwa akan percuma amal jika tidak ikhlas bukan berarti bahwa percuma amal yang telah kita lakukan dengan sudah payah. Sebab saya yakin bahwa sebelum pada keikhlasan yang bisa kita peroleh maka bisa jadi akan mendapat faedah atau manfaat. Apa hanya karena khawatir tidak ikhlas lantas kita tidak beramal dengan alasan tidak ikhlas sehingga tidak dapat pahala!

Apa dengan mengaharap pahala dari Allah lantas bisa digolongkan ikhlas?

Maaf harus ditekankan bahwa kita beramal semata karena Allah atau karena pahala Allah? Jika beramal karena Allah maka otomatis pahala akan didapatkan tapi jika beramal hanya karena pahala dari Allah? Nahhh artinya masih ada sesuatu yang diharapkan selain dari Allah adalah pahala Allah. Ekstrimnya lagi adalah bayaran dari Allah. Lantas yang jadi pertanyaan adalah bagaimana beramal ikhlas yang benar?

Mari kita berfikir terhadapnya!

Secara gampangan saat kita akan melakukan sesuatu lakukan saja dengan menyebut asma Allah tidak usah diperdulikan apa saya ikhlas atau tidak! Sebab jika mau berfikir keikhlasan maka yang tau hanya Allah dan hati pribadi kita sendiri.


Setidaknya logika yang saya gunakan bisa menjadi sebuah pertimbangan bahwa ada amal-amal yang kita lakukan walau dengan keikhlasan atau tidak ikhlas akan menjadi sesuatu proses pembelajaran menuju keikhlasan itu sendiri. Seseorang yang tidak pernah belajar beramal tidak akan pernah belajar tentang ikhlas. Minmal kita mendapat faedah dan manfaat dari amal itu. Misalnya adalah bershodaqoh. Memberi makan orang lapar yang membutuhkan. Saat memberikan mungkin kita ada sedikit rasa dongkol, dan itu indikasi ketidak ikhlasan namun kita tetap memberikanya. Makanan tersebut lantas dimakan oleh si fulan yang sedang lapar, sehingga dia kemudian kenyang. Lantas si fulan berdoa kepada Allah untuk kita yang memberi makanan (walau mungkin tidak ikhlas) dengan doa tulus...


atau dengan analogi lain. Kita beramal membersihkan mesjid, mengepel, menyapu dll, dilakukan dengan katakanlah tidak ikhlas taruhlah karena tidak ada materi yang diperoleh. Semua tidak mempengaruhi untuk membersihkan masjid walau dengan dongkol tetap dikerjakan. Manfaatnya mesjid menjadi bersih, dan orang-orang bersujud dan berdoa kepada Allah. Semua mungkin dilakukan dengan maaf tidak ikhlas karena tidak ada yang lain yang mengerjakanya tapi tetap dikerjakan.


Adalagi cerita dari tuban jawa timur, saat ada pembangunan mesjid yang rusak panitia sudah membuat proposal dan disebarkan kepada penduduk agar mereka menyumbang seikhlasnya untuk pembangunan masjid. Dan ternyata setelah sekian tahun mesjid belum juga diperbaiki karena dananya kurang. Hal tersebut terjadi karena penduduk hanya menyumbang 10.000-20.000. coba saja andaikata tanpa kata-kata seikhlasnya, atau ekstrimnya sumbangan minimal 100.000 ikhlas atau tidak ikhlas. Nah...tuuu.... mungkin sudah berdiri jadi itu mesjid.


Rasulullah SAW menceritakan ada seseorang yang hanya karena menyingkirkan sepucuk duri dari tengah jalan, maka kepadanya diganjar dengan rahmat oleh Allah SWT, sehingga meraih surga. Kok bisa begitu? Ternyata pada saat dia memungut duri itu, hatinya teramat ikhlas. Dia tidak ingin duri itu mencederai para pengguna jalan. Jadi jangan dianggap remeh satu amal yang nampak kecil yang bisa kita lakukan sepanjang niatnya ikhlas. Sebab siapa tahu karya kita seperti itu, insya Allah bisa disamakan seperti kisah si Pemungut Duri di atas. Bukankah Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya rahmat Allah, dekat kepada orang yang berbuat baik." Disini Allah tidak menyebut besar kecilnya perbuatan baik itu. Misalnya memadamkan lampu neon di rumah kita yang seharusnya tidak perlu menyala di siang hari. Atau memungut puntung rokok dan memasukannya ke dalam bak sampah. Atau menggunakan kertas yang seharusnya sudah dibuang untuk dijadikan kertas konsep. Juga ketika membuang sisa makanan, niatkan untuk makanan hewan atau ikan.


Jadi ada kemungkinan sebelum kita ikhlas ada proses waktu lama sehingga amal menjadi ikhlas.

Mari berkarya dengan bismillah ikhlas atau tidak ikhlas kerjakan kebajikan. Mulai dari hal kecil saja. Untukberlatih beramal.

Wallahua'lam.

Tidak ada komentar: